Pencemaran air dapat terjadi baik pada air sumur, sumber mata air, sungai, bendungan maupun air laut. Pencemaran di daerah hulu dapat menimbulkan dampak di daerah hilir. Dampak dari pencemaran air yang sangat menonjol adalah punahnya biota air, misalnya ikan, udang dan serangga air. Dampak lain adalah banjir akibat got tersumbat sampah diikuti dengan menjalarnya wabah muntaber. Ditinjau dari asal polutan dan sumber pencemarannya, pencemaran air dapat disebabkan oleh limbah pertanian, limbah rumah tangga, limbah industri, kebocoran tanker minyak (pencemaran laut) peracunan oleh orang yang menangkap ikan dengan tuba (racun).
a) Limbah Pertanian
Limbah pertanian dapat mengandung polutan insektisida atau pupuk organik. Insektisida dapat mematikan biota sungai. Jika biota sungai tidak mati tapi kemudian dimakan hewan atau manusia, maka orang yang memakannya akan keracunan.
Untuk mencegahnya, upayakan agar memilih insektisida yang berspektrum sempit (khusus membunuh hewan sasaran) serta bersifat biodegradable (dapat terurai secara biologis) dan melakukan penyemprotan sesuai dengan aturan. Jangan membuang sisa obat ke sungai. Pupuk organik yang larut dalam air dapat menyebabkan pengayaan nutrien dalam air (eutrofikasi). Karena air kaya nutrien, ganggang dan tumbuhan air tumbuh subur (blooming). Ledakan tumbuhan air mengurangi persediaan oksigen bagi makhluk hidup lainnya. Selain itu, melimpahnya tumbuhan air menyebabkan banyak yang tidak termakan oleh konsumen, akhirnya mati dan mengendap di dasar perairan. Hal yang demikian akan mengancam kelestarian bendungan dan menyebabkan bendungan cepat dangkal.
b) Limbah Rumah Tangga
Limbah rumah tangga yang cair merupakan sumber pencemaran air. Limbah rumah tangga cair ini dapat dijumpai bahan-bahan organik meliputi sisa sayur, ikan, nasi, minyak, lemak, air buangan manusia yang terbawa air got, kemudian masuk ikut aliran sungai.
Terdapat pula bahan-bahan anorganik seperti plastik, alumunium, dan botol yang hanyut terbawa aliran sungai. Bahan pencemar lain dari limbah rumah tangga adalah pencemar biologis seperti bibit penyakit, bakteri, dan jamur. Bahan organik yang larut dalam air akan mengalami penguraian dan pembusukan. Dalam proses tersebut, bakteri pengurai dan pembusuk menggunakan oksigen. Akibatnya, kadar oksigen dalam air menurun drastis. Biota air akan mati karenanya. Jika pencemaran bahan organik meningkat, terdapat adanya cacing Tubifex berwarna kemerahan bergerombol. Cacing ini merupakan petunjuk biologis (bioindikator) parahnya pencemaran air oleh bahan organik dari limbah pemukiman.
c) Limbah industri
Terdapat beberapa industri yang membuang limbahnya ke perairan. Macam polutan tergantung pada jenis industri, misalnya berupa polutan organik yang berbau busuk, berupa polutan anorganik yang biasanya berbuih dan berwarna, polutan yang berupa cairan panas sehingga perairan menjadi panas.
d) Penangkapan ikan menggunakan racun.
Sebagian nelayan menggunakan tuba (racun dari tumbuhan), atau potas (racun), atau aliran listrik untuk menangkap ikan. Akibatnya yang mati tidak hanya ikan tangkapan melainkan juga semua biota air.
Pencemaran air dapat ditentukan dengan pengukuran secara kimia, secara biologis dan secara fisika. Pengukuran pencemaran air secara kimia adalah menentukan banyaknya bahan pencemaran atau tingkat pencemaran secara kuantitatif dengan menggunakan bahan-bahan kimia. Contohnya pengukuran konsumsi oksigen biologis atau Biological Oxygen Demand (BOD), pengukuran pH air dan pengukuran kadar CO2.
(1) Pengukuran pencemaran air secara kimiawi
Pengukuran BOD, konsumsi oksigen biologis atau Biological Oxygen Demand, yang biasa disingkat (BOD). Angka BOD ditetapkan dengan menghitung selisih antara oksigen terlarut awal dengan oksigen terlarut pada air cuplikan (sampel) setelah air disimpan selama 5 hari pada suhu 200C. Kadar oksigen terlarut dalam air yang alami berkisar 5-7 ppm (part per million) atau satu per sejuta; 1 mg oksigen yang larut dalam 1 liter air dikatakan bahwa kadar oksigen 1 ppm. Pencemaran air, terutama yang disebabkan oleh bahan pencemar organik dapat mengurangi persediaan oksigen terlarut. Hal ini akan mengancam kehidupan organisme yang hidup di air. Pengukuran pH, air sungai dalam kondisi alami yang belum tercemar meemiliki rentangan pH 6,5-8,5. Karena pencemaran, pH air dapat menjadi lebih rendah atau lebih tinggi yang mempengaruhi kehidupan organisme yang hidup didalamnya.
Pengukuran CO2, gas CO2 juga dapat larut ke dalam air. Kadar gas CO2 terlarut sangat dipengaruhi oleh suhu, pH, dan banyaknya organisme yang hidup didalam air, semakin banyak organisme di dalam air, semakin tinggi kadar karbondioksida terlarut.
(2) Pengukuran pencemaran air secara biologis
Pengukuran pencemaran air secara biologis menggunakan hewan-hewan air memiliki kepekaan yang berbeda terhadap bahan pencemar. Kehadiran atau ketidakhadiran hewan-hewan tersebut dapat dijadikan petunjuk tingkat pencemaran air, misalnya Planaria, bakteri coli, virus, bentos, dan plankton. Plankton dapat digunakan sebagai indikator biologis tingkat pencemaran disuatu ekosistem perairan.
Plankton merupakan mikroorganisme yang hidup di perairan dengan sedikit pergerakan atau bahkan pasif. Plankton dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu; fitoplankton dan zooplankton. Bermacam-macam organisme planktonik sangat peka terhadap perubahan lingkungan.
(3) Pengukuran air secara fisika
Parameter fisik terjadinya pencemaran air meliputi (a) temperatur, perubahan temperatur akan merubah gas terlarut sehingga sangat mempengaruhi kehidupan dalam air; (b) warna mempengaruhi penembusan sinar, sehingga secara tidak langsung menghambat pertumbuhan tanaman; (c) kekeruhan air disebabkan oleh lumpur, partikel tanah, potongan tanaman atau fitoplankton. Kekeruhan sangat dipengaruhi oleh jumlah lumpur atau pasir halus dalam air.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar